Penelitian Responsif PTKI Kurang Didengar, Menag: Soal Publikasi atau memang Belum Dilakukan?

By Admin


nusakini.com-Malang - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menilai bahwa hasil penelitian yang dilakukan dosen Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) yang responsif terhadap problem sosial kemasyarakatan kurang didengar. Menag bertanya, apakah ini karena masalah publikasinya atau memang belum dilakukan? 

Pertanyaan ini disampaikan Menag saat membuka The 3rd International Conference on University-Community Engagement (ICON-UCE) 2018 di UIN Malang, Senin (08/10). 

"Kita kurang mendengar hasil penelitian kita yang secara langsung merespon kebutuhan riil di masyarakat. Apakah ini hanya persoalan publikasi saja?" tanya Menag.  

"Hasil penelitiannya sudah bagus, tapi tidak ada medium yang mempublikasikan sehingga hanya diketahui kalangan terbatas dan para pengambil kebijakan tidak memiliki informasi. Jadi ini problem publikasi?" tanya Menag lagi.  

Atau, lanjut Menag, memang penelitian yang merespon kebutuhan masyarakat belum dilakukan. Padahal di tahun 2018 saja tidak kurang 12ribu proposal yang diajukan. Lantas bagaimana penelitian yang dilakukan tahun-tahun sebelumnya?  

Menurut Menag, masalah aktual kemasyarakatan sangat banyak. Misalnya, di bidang haji ada masalah pengelolaan dam (denda) yang selama ini belum dikelola secara profesional. "Kami belum memiliki basis ilmiah terkait kebijakan pengelolan dam yang lahir dari hasil kajian mendalam," ujar Menag.  

Masalah lainnya terkait pengaturan pengeras suara di rumah ibadah. Menag menilai perlu ada penelitian tentang persepsi umat terkait penggunan pengeras suara di rumah ibadah.  

"Negara harus hadir untuk membuat tuntunan yang berbasis riset yang baik sehingga datanya bisa dipertanggungjawabkan," tuturnya.  

Termasuk juga penelitian tentang perubahan alih status PTKI negeri. Sejumlah Universitas Islam Negeri (UIN) harus diteliti; apakah program studi (prodi) keagamannya terkawal dengan baik atau malah terkikis. Dengan menjadi universitas, apakah energinya habis untuk prodi umum sehingga prodi agama justru terus berkurang.  

"Pengelenggara negara membutuhkan hasil riset yang berbasis kebutuhan riil seperti ini. Kita belum mendapatkan hasil seperti itu; sebuah kajian dalam rangka merespon masalah riil masyarakat," ucap Menag. 

Menag berharap, konferensi ini menjadi ajang peneguhan komitmen bersama untuk terus aktif melakukan penelitian berbasis kebutuhan masyarakat dan pengabdian kepada masyarakat berbasis penelitian yang bermanfaat.  

Kegiatan ini diikuti sekitar 500 peserta aktif dan sejumlah narasumber baik dari kalangan akademisi, peneliti kampus, aktivis NGO pemberdayaan masyarakat di berbagai daerah, pemerintah daerah penggerak pemberdayaan masyarakat, kedutaan Inggris, antropolog Jepang, dan lain-lain. Kegiatan dilakukan dalam bentuk plennary session dan panel session yang akan membahas berbagai best-practices dan kebijakan penguatan pendampingan masyarakat, juga akan bahas 185 artikel pengabdian masyarakat berbasis riset dari kalangan dosen. Acara ini akan berlangsung 8-10 Oktober 2018.(p/ab)